Sesuatu yang paling berhak dihafal
adalah Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah Firman Allah, pedoman hidup
umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling
sering dulang-ulang oleh manusia. Oleh Karenanya, seorang penuntut ilmu
hendaknya meletakan hafalan Al Qur’an sebagai prioritas utamanya.
Berkata Imam Nawawi : “ Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh
seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah
ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan
hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Kalau
sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri dengan hadits
dan fikih atau materi lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya
sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al Quran. “()
( ) Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66
Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al Qur’an yang disebutkan para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut :
Langkah Pertama : Pertama kali
seseorang yang ingin menghafal Al Qur’am hendaknya mengikhlaskan
niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan
membantu anda dan menjauhkan anda dari rasa malas dan bosan. Suatu
pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya akan terus dan tidak berhenti.
Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya
ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.
Langkah Kedua : Hendaknya
setelah itu, ia melakukan Sholat Hajat dengan memohon kepada Allah agar
dimudahkan di dalam menghafal Al Qur’an. Waktu sholat hajat ini tidak
ditentukan dan doa’anyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal
ini sebagaimana yang diriwayat Hudzaifah ra, yang berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى
“ Bahwasanya Rosulullah saw jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan sholat. “()
Adapun riwayat yang
menyebutkan doa tertentu dalam sholat hajat adalah riwayat lemah, bahkan
riwayat yang mungkar dan tidak bisa dijadikan sandaran. ()
Begitu juga hadist yang
diriwayatkan Ibnu Abbas ra yang menjelaskan bahwa Rosulullah saw
mengajarkan Ali bin Abu Thalib sholat khusus untuk meghafal Al Qur’an
yang terdiri dari empat rekaat , rekaat pertama membaca Al Fatihah dan
surat Yasin, rekaat kedua membaca surat Al Fatihah dan Ad Dukhan, rekaat
ketiga membaca surat Al Fatihah dan Sajdah, dan rekaat keempat membaca
surat Al Fatihah dan Al Mulk, itu adalah hadist maudhu’ dan tidak boleh
diamalkan. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa hadist tersebut adalah
hadits dhoif . ()
Langkah Ketiga : Memperbanyak do’a untuk menghafal Al Qur’an. ()
Do’a ini memang tidak terdapat
dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdo’a menurut kemampuan
dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdo’a seperti ini :
اللهم وفقني لحفظ القرآن الكريم ورزقني تلاوته أناء الليل وأطراف النهار على الوجه الذي يرضيك عنا يا أرحم الراحمين .
“ Ya Allah berikanlah kepada
saya taufik untuk bisa menghafal Al Qur’an, dan berilah saya kekuatan
untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan
tuntunan-Mu , wahai Yang Maha Pengasih “.
Langkah Keempat : Menentukan
salah satu metode untuk menghafal Al Qur’an. Sebenarnya banyak sekali
metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al Qur’an, Masing-masing
orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya. Akan tetapi di
sini hanya akan disebutkan dua metode yang sering dipakai oleh sebagian
kalangan, dan terbukti sangat efektif :
Metode Pertama : Menghafal per satu halaman ( menggunakan Mushaf Madinah ). Kita membaca satu lembar yang mau kita hafal sebanyak tiga atau lima kali secara benar, setelah itu kita baru mulai menghafalnya. Setelah hafal satu lembar, baru kita pindah kepada lembaran berikutnya dengan cara yang sama. Dan jangan sampai pindah ke halaman berikutnya kecuali telah mengulangi halaman- halaman yang sudah kita hafal sebelumnya. Sebagai contoh : jika kita sudah menghafal satu lembar kemudian kita lanjutkan pada lembar ke-dua, maka sebelum menghafal halaman ke-tiga, kita harus mengulangi dua halaman sebelumnya. Kemudian sebelum menghafal halaman ke-empat, kita harus mengulangi tiga halaman yang sudah kita hafal. Kemudian sebelum meghafal halaman ke-lima, kita harus mengulangi empat halaman yang sudah kita hafal. Jadi, tiap hari kita mengulangi lima halaman : satu yang baru, empat yang lama. Jika kita ingin menghafal halaman ke-enam, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman dua, tiga, empat dan lima. Untuk halaman satu kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali. Jika kita ingin menghafal halaman ke-tujuh, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman tiga, empat, lima, dan enam. Untuk halaman satu dan dua kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali, dan begitu seterusnya.
Perlu diperhatikan juga,
setiap kita menghafal satu halaman sebaiknya ditambah satu ayat di
halaman berikutnya, agar kita bisa menyambungkan hafalan antara satu
halaman dengan halaman berikutnya.
Metode Kedua : Menghafal per-
ayat , yaitu membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga atau lima kali
secara benar, setelah itu, kita baru menghafal ayat tersebut. Setelah
selesai, kita pindah ke ayat berikutnya dengan cara yang sama, dan begiu
seterusnya sampai satu halaman. Akan tetapi sebelum pindah ke ayat
berikutnya kita harus mengulangi apa yang sudah kita hafal dari ayat
sebelumnya. Setelah satu halaman, maka kita mengulanginya sebagaimana
yang telah diterangkan pada metode pertama . ()
Untuk memudahkan hafalan juga, kita bisa membagi Al Qur’an menjadi tujuh hizb ( bagian ) :
- Surat Al Baqarah sampai Surat An Nisa’
- Surat Al Maidah sampai Surat At Taubah
- Surat Yunus sampai Surat An Nahl
- Surat Al Isra’ sampai Al Furqan
- Surat As Syuara’ sampai Surat Yasin
- Surat As Shoffat sampai Surat Al Hujurat
- Surat Qaf sampai Surat An Nas
Boleh juga dimulai dari bagian
terakhir yaitu dari Surat Qaf sampai Surat An Nas, kemudian masuk pada
bagian ke-enam dan seterusnya.
Langkah Kelima : Memperbaiki Bacaan.
Sebelum mulai menghafal,
hendaknya kita memperbaiki bacaan Al Qur’an agar sesuai dengan tajwid.
Perbaikan bacaan meliputi beberapa hal, diantaranya :
a/ Memperbaiki Makhroj Huruf.
Seperti huruf ( dzal) jangan dibaca ( zal ), atau huruf ( tsa) jangan
dibaca ( sa’ ) sebagaimana contoh di bawah ini :
ثم —— > سم / الذين —- > الزين
b/ Memperbaiki Harakat Huruf . Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat di bawah ini :
1/ وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمات ( البقرة : 124 ) —- > )إبراهيمُ ﴾
2/ وَكُنْت ُ عَلَيْهِمْ
شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ
الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ( المائدة : 116 )
وَكُنْت ُ < ——— > كُنْتَ
3/ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى
الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يتَّبَعَ أَمْ مَنْ لَا يَهِدِّي إِلَّا أَنْ
يُهْدَى ( ونس : 35 ) —- > أم من لا يَهْدِي
4/ رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلَّانَا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ( فصلت :29 ) —– > الَّذِين
5/ فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا
أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ
الظَّالِمِينَ ﴾ الحشر: 17) —– > خالدِين فيها
Langkah Keenam : Untuk
menunjang agar bacaan baik, hendaknya hafalan yang ada, kita setorkan
kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika bacaan kita
salah. Kadang, ketika menghafal sendiri sering terjadi kesalahan dalam
bacaan kita, karena kita tidak pernah menyetorkan hafalan kita kepada
orang lain, sehingga kesalahan itu terus terbawa dalam hafalan kita, dan
kita menghafalnya dengan bacaan tersebut bertahun-tahun lamanya tanpa
mengetahui bahwa itu salah, sampai orang lain yang mendengarkannya
akhirnya memberitahukan kesalahan tersebut.
Langkah Ketujuh : Faktor lain
agar bacaan kita baik dan tidak salah, adalah memperbanyak untuk
mendengar kaset-kaset bacaan Al Qur’an murattal dari syekh yang mapan
dalam bacaannya. Kalu bisa, tidak hanya sekedar mendengar sambil
mengerjakan pekerjaan lain, akan tetapi mendengar dengan serius dan
secara teratur. Untuk diketahui, akhir-akhir ini - alhamdulillah -
banyak telivisi-telelivisi parabola yang menyiarkan secara langsung
pelajaran Al Qur’an murattal dari seorang syekh yang mapan, diantaranya
adalah acara di televisi Iqra’ . Tiap pekan terdapat siaran langsung
pelajaran Al Qur’an yang dipandu oleh Syekh Aiman Ruysdi seorang qari’
yang mapan dan masyhur, kitapun bisa menyetor bacaan kita kepada syekh
ini lewat telpun. Rekaman dari acara tersebut disiarkan ulang setiap
pagi. Selain itu, terdapat juga di channel ” Al Majd “, dan channel-
channel televisi lainnya. Acara-acara tersebut banyak membantu kita di
dalam memperbaiki bacaan Al Qur’an.
Langkah Kedelapan : Untuk
menguatkan hafalan, hendaknya kita mengulangi halaman yang sudah kita
hafal sesering mungkin, jangan sampai kita sudah merasa hafal satu
halaman, kemudian kita tinggal hafalan tersebut dalam tempo yang lama,
hal ini akan menyebabkan hilangnya hafalan tersebut. Diriwayatkan bahwa
Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits yang hafalannya sangat terkenal
dengan kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku
dan diulanginya berkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan
dalam rumah itu ada nenek tua. Karena seringnya dia mengulang-ulang
hafalannya, sampai nenek tersebut bosan mendengarnya, kemudian nenek
tersebut memanggil Ibnu Abi Hatim dan bertanya kepadanya : Wahai anak,
apa sih yang sedang engkau kerjakan ? “ Saya sedang menghafal sebuah
buku “ , jawabnya. Berkata nenek tersebut : “ Nggak usah seperti itu,
saya saja sudah hafal buku tersebut hanya dengan mendengar hafalanmu.” .
“ Kalau begitu, saya ingin mendengar hafalanmu “ kata Ibnu Abi Hatim,
lalu nenek tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah kejadian itu
berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi Hatim datang kembali kepada nenek
tersebut dan meminta agar nenek tersebut menngulangi hafalan yang sudah
dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal
sama sekali tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak
ada satupun hafalannya yang lupa. () Cerita ini menunjukkan bahwa
mengulang-ulang hafalan sangatlah penting. Barangkali kalau sekedar
menghafal banyak orang yang bisa melakukannya dengan cepat, sebagaimana
nenek tadi. Bahkan kita sering mendengar seseorang bisa menghafal Al
Qur’an dalam hitungan minggu atau hitungan bulan, dan hal itu tidak
terlalu sulit, akan tetapi yang sulit adalah menjaga hafalan dan
mengulanginya secara kontinu.
Langkah Kesembilan : Faktor
lain yang menguatkan hafalan adalah menggunakan seluruh panca indra yang
kita miliki. Maksudnya kita menghafal bukan hanya dengan mata saja,
akan tetapi dibarengi dengan membacanya dengan mulut kita, dan kalau
perlu kita lanjutkan dengan menulisnya ke dalam buku atau papan tulis.
Ini sangat membantu hafalan seseorang. Ada beberapa teman dari Marokko
yang menceritakan bahwa cara menghafal Al Qur’an yang diterapkan di
sebagian daerah di Marokko adalah dengan menuliskan hafalannya di atas
papan kecil yang dipegang oleh masing-masing murid, setelah mereka bisa
menghafalnya di luar kepala, baru tulisan tersebut dicuci dengan air.
Langkah Kesepuluh : Menghafal kepada seorang guru.
Menghafal Al Qur’an kepada
seorang guru yang ahli dan mapan dalam Al Qur’an adalah sangat
diperlukan agar seseorang bisa menghafal dengan baik dan benar.
Rosulullah saw sendiri menghafal Al Qur’an dengan Jibril as, dan
mengulanginya pada bulan Ramadlan sampai dua kali katam.
Langkah Kesebelas :
Menggunakan satu jenis mushaf Al Qur’an dan jangan sekali-kali pindah
dari satu jenis mushaf kepada yang lainnya. () Karena mata kita akan
ikut menghafal apa yang kita lihat. Jika kita melihat satu ayat lebih
dari satu posisi, jelas itu akan mengaburkan hafalan kita. Masalah ini,
sudah dihimbau oleh salah seorang penyair dalam tulisannya :
العين تحفظ قبل الأذن ما تبصر فاختر لنفسك مصحف عمرك الباقي .
“ Mata akan menghafal apa yang dilihatnya- sebelum telinga- , maka pilihlah satu mushaf untuk anda selama hidupmu."
Yang dimaksud jenis mushaf di
sini adalah model penulisan mushaf. Di sana ada beberapa model penulisan
mushaf, diantaranya adalah : Mushaf Madinah atau terkenal dengan Al
Qur’an pojok, satu juz dari mushaf ini terdiri dari 10 lembar, 20
halaman, 8 hizb, dan setiap halaman dimulai dengan ayat baru. Mushaf
Madinah ( Mushaf Pojok ) ini paling banyak dipakai oleh para pengahafal
Al Qur’an, banyak dibagi-bagikan oleh pemerintah Saudi kepada para
jama’ah haji. Cetakan-cetakan Al Qur’an sekarang merujuk kepada model
mushaf seperti ini. Dan bentuk mushaf seperti ini paling baik untuk
dipakai menghafal Al Qur’an.
Disana ada model lain, seperti
mushaf Al Qur’an yang dipakai oleh sebagain orang Mesir, ada juga
mushaf yang dipakai oleh sebagain orang Pakistan dan India, bahkan ada
model mushaf yang dipakai oleh sebagian pondok pesantren tahfidh Al
Qur’an di Indonesia yang dicetak oleh Manar Qudus , Demak.
Langkah Keduabelas : Pilihlah
waktu yang tepat untuk menghafal, dan ini tergantung kepada pribadi
masing-masing. Akan tetapi dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra, disebutkan bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا و أبشروا ، واستعينوا بالغدوة والروحة وشئ من الدلجة
“ Sesungguhnya agama ini
mudah, dan tidak ada yang mempersulit diri dalam agama ini kecuali dia
akan capai sendiri, makanya amalkan agama ini dengan benar, pelan-pelan,
dan berilah kabar gembira, serta gunakan waktu pagi, siang dan malam (
untuk mengerjakannya ) “ ( HR Bukhari )
Dalam hadist di atas
disebutkan waktu pagi ,siang dan malam, artinya kita bisa menggunakan
waktu-waktu tersebut untuk menghafal Al Qur’an. Sebagai contoh : di pagi
hari, sehabis sholat subuh sampai terbitnya matahari, bisa kita gunakan
untuk menghafal Al Qur’an atau untuk mengulangi hafalan tersebut, waktu
siang siang, habis sholat dluhur, waktu sore habis sholat Ashar, waktu
malam habis sholat Isya’ atau ketika melakukan sholat tahajud dan
seterusnya.
Langkah Ketigabelas : Salah
satu waktu yang sangat tepat untuk melakukan pengulangan hafalan adalah
waktu ketika sedang mengerjakan sholat –sholat sunnah, baik di masjid
maupun di rumah. Hal ini dikarenakan waktu sholat, seseorang sedang
konsentrasi menghadap Allah, dan konsentrasi inilah yang membantu kita
dalam mengulangi hafalan. Berbeda ketika di luar sholat, seseorang
cenderung untuk bosan berada dalam satu posisi, ia ingin selalu
bergerak, kadang matanya menengok kanan atau kiri, atau kepalanya akan
menengok ketika ada sesuatu yang menarik, atau bahkan kawannya akan
menghampirinya dan mengajaknya ngobrol . Berbeda kalau seseorang sedang
sholat, kawannya yang punya kepentingan kepadanya-pun terpaksa harus
menunggu selesainya sholat dan tidak berani mendekatinya, dan begitu
seterusnya.
Langkah Keempatbelas : Salah
satu faktor yang mendukung hafalan adalah memperhatikan ayat-ayat yang
serupa ( mutasyabih ) . Biasanya seseorang yang tidak memperhatikan
ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ), hafalannya akan tumpang tindih
antara satu dengan lainnya. Ayat yang ada di juz lima umpamanya akan
terbawa ke juz sepuluh. Ayat yang mestinya ada di surat Surat Al-Maidah
akan terbawa ke surat Al-Baqarah, dan begitu seterusnya. Di bawah ini
ada beberapa contoh ayat-ayat serupa ( mutasyabihah ) yang seseorang
sering melakukan kesalahan ketika menghafalnya :
- ﴿ وَمَا أُهِلَّ بِهِ
لِغَيْرِ اللَّهِ ﴾ البقرة 173 < ———— > ﴿ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللَّهِ بِهِ ) المائدة 3 ، والأنعام 145، و النحل 115
- ( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير الحق ) البقرة : 61
( إن الذين يكفرون بآيات اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير حق ) آل عمران : 21
( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنبياء بغير حق ) آل عمرن : 112
Untuk melihat ayat –ayat mutasyabihat seperti ini secara lebih lengkap bisa dirujuk buku – buku berikut :
- Duurat At Tanzil wa Ghurrat At Ta’wil fi Bayan Al Ayat Al Mutasyabihat min Kitabillahi Al Aziz , karya Al Khatib Al Kafi.
- Asrar At Tikrar fi Al Qur’an, karya : Mahmud bin Hamzah Al Kirmany.
- Mutasyabihat Al Qur’an, Abul Husain bin Al Munady
- ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, karya Abu Dzar Al Qalamuni
Langkah Kelimabelas : Setelah
hafal Al Qur’an, jangan sampai ditinggal begitu saja. Banyak dari
teman-teman yang sudah menamatkan Al Qur’an di salah satu pondok
pesantren, setelah keluar dan sibuk dengan studinya yang lebih tinggi,
atau setelah menikah atau sudah sibuk pada suatu pekerjaan, dia tidak
lagi mempunyai program untuk menjaga hafalannya kembali, sehingga
Al-Qur’an yang sudah dihafalnya beberapa tahun di pesantren akhirnya
hanya tinggal kenangan saja. Setelah ditinggal lama dan sibuk dengan
urusannya, ia merasa berat untuk mengembalikan hafalannya lagi. Fenomena
seperti sangat banyak terjadi dan hal itu sangat disayangkan sekali.
Boleh jadi, ia mendapatkan ijazah sebagai seorang yang bergelar ” hafidh
” atau ” hafidhah “, akan tetapi jika ditanya tentang hafalan Al-
Qur’an, maka jawabannya adalah nihil.
Yang paling penting dalam hal
ini bukanlah menghafal, karena banyak orang bisa menghafal Al Qur’an
dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi yang paling penting adalah
bagaimana kita menjaga hafalan tersebut agar tetap terus ada dalam dada
kita. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang benar-benar istiqamah
dengan orang yang hanya rajin pada awalnya saja. Karena, untuk menjaga
hafalan Al Qur’an diperlukan kemauan yang kuat dan istiqamah yang
tinggi. Dia harus meluangkan waktunya setiap hari untuk mengulangi
hafalannya. Banyak cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an, masing-masing
tentunya memilih yang terbaik untuknya. Diantara cara untuk menjaga
hafalan Al Qur’an adalah sebagai berikut :
- Mengulangi hafalan menurut waktu sholat lima waktu. Seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu, hal ini hendaknya dimanfaatkan untuk mengulangi hafalannya. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya. Sebelum sholat umpamanya :i sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah. Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzkir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz setiap hari pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.
- Ada sebagian orang yang mengulangi hafalannya pada malam saja, yaitu ketika ia mengerjakan sholat tahajud. Biasanya dia menghabiskan sholat tahajudnya selama dua jam. Cuma kita tidak tahu, selama dua jam itu berapa juz yang ia dapatkan. Menurut ukuran umum, kalau hafalannya lancar, biasanya ia bisa menyelesaikan satu juz dalam waktu setengah jam. Berarti, selama dua jam dia bisa menyelesaikan dua sampai tiga juz dengan dikurangi waktu sujud dan ruku.
- Ada juga sebagian teman yang mengulangi hafalannya dengan cara masuk dalam halaqah para penghafal Al Qur’an. Kalau halaqah tersebut berkumpul setiap tiga hari sekali, dan setiap peserta wajib menyetor hafalannya kepada temannya lima juz berarti masing-masing dari peserta mampu menghatamkan Al Qur’an setiap lima belas hari sekali. Inipun hanya bisa terlaksana jika masig-masing dari peserta mengulangi hafalannya sendiri-sendiri dahulu.
( Bersambung pada masalah lain dalam seri ” Sukses Belajar ” volume : 3 )
( ) Hadist riwayat Abu Daud ( no : 1319 ), dishohihkan oleh Syekh Al Bani dalam Shohih Sunan Abu Daud , juz I, hal. 361
( ) Untuk mengetahui secara
lebih lengkap tentang derajat hadits tersebut bisa dirujuk : Abu Umar
Abdullah bin Muhammad Al Hamadi, Al Asinatu Al Musyri’atu fi At Tahdhir
min As Solawat Al Mubtadi’ah, ( Kairo, Maktabah At Tabi’in, 2002 ) Cet
Pertama, hal. 97 -120
( ) Ibid, hal.21-39
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz
Taufiq, Ashal Nidham Li Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Maktabah Al
Islamiyah, 2002 ) Cet. Ke-Tiga, Hal. 13
( ) Ali bin Umar Badhdah, Kaifa Tahfadu Al Qur’an, hal. 6
( ) Ibid. hal 12
( ) Abu Dzar Al Qalamuni, ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Dar Ibnu Al Haitsam, 1998 ) Cet Pertama, hal.16
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Op. Cit, Hal. 15
( ) Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66